Terimakasih sudah memberikan bekas luka yang dalam. Hingga aku sulit untuk kembali membuka. Sebab sakit yang kau torehkan masih sangatlah terasa. Bahkan sampai detik ini, beberapa orang kulewatkan begitu saja. Sebab hatiku memilihmu, meski ternyata yang kudapati adalah luka.
Jika kau tanya saat ini apa hatiku masih mencintaimu, jawabanku, ya. Namun jika saat ini kau tanya lagi apa aku masih ingin bersamamu, jawabanku, tidak. Bagiku kamu hanya seperti mimpi, yang entah akan terwujud atau hanya menjadi mimpi. Bukan aku tidak ingin meraih mimpiku sendiri, hanya, aku dan kamu terlalu jauh, bagai mentari dan bulan, tidak pernah bertemu di satu tujuan.
Aku adalah aku, yang seperti ini adanya. Mudah kecewa, marah atau bahkan terluka. Wajar saja, aku wanita. Meski aku diajarkan untuk selalu kuat, namun aku tetap aku yang begini.
Terlalu banyak kata yang tidak mampu terucap. Terlalu banyak kecewa yang bosan aku telan. Meski di depanmu aku (sangat) berusaha untuk biasa saja; tetapi pahamilah, rasanya sakit ketika melihatmu. Seperti bayangan perempuan lain muncul dalam benakku.
Semuanya kini percuma, sebab nyatanya bukan hanya aku, yang ada dalam hatimu. Ini sulit untukku. Maka, maafkan aku.